Jakarta yang merupakan kota utama di indonesia memang tidak bisa lepas dari fenomena banjir di setiap tahunnya. Kejadina yang menyebabkan banyak kerugian dan bahkan korban jiwa ini memang seolah tidak ada jeda di setiap tahunnya. Sejarah banjir Jakarta mencatat banyak korban jiwa, kerugian dan trauma yang menjadikan kota ini seolah tida layak untuk ditinggali.
Namun seiring berjalannya waktu, Jakarta mulai berbenah. Berbagai perbaikan drainase mulai di lakukan meskipun belum memberkan efek yang besar untuk terbebas dari banjir. Namun setidaknya di setiap kepemimpinannya, Jakarta selalu menuju ke arah yan lebih baik.
Penyebab Banjir Jakarta
Dari sejarah kota Jakarta diketahui pernah menghadapi banyak bencana banjir di masa lalu dan hingga saat ini masih bergelut dengan masalah tersebut. Ada banyak faktor yang menyebabkan adanya banjir yang seolah selalu terjadi di setiap tahun.
1. Perubahan Iklim
Jakarta dan beberapa kota lainnya di dunia yag berada tidak jauh dar garis ekuator hanya akan mengalami dua musim dalam setahun, yakni musim kemarau dan penghujan. Adanya musim penghujan yang menjadikan curah hujan lebih tinggi menjadikan terjadinya banyak genangan di beberapa tempat di Jakarta.
Tidak hanya tingkat curah hujan yang meningkat, namun penelitian telah dilakukan yang menunjukkan bahwa intensitas curah hujan yang tinggi di musim penghujan tidak diimbangi dengan kemampuan penyerapant air ke dalam tanah yang baik. Akibatnya air hujan yang datang akan mengalir ke selokan dan saluran air lainnya yang menyebabkan debit air menjadi meningkat dan meluap.
2. Pembangunan
Adanya kegiatan pembangunan perkotaan seperti peningkatan wilayah yang ditempati oleh struktur yang baru dibangun, konstruksi dan beban bangunan ini yang berdampak besar pada pengisian ulang air tanah. Artinya kemampuan air di permukaan untuk bergerak ke bawah ke dalam tanah akan semakin memburuk akibat aktivitas tektonik yang terjadi dari pembangunan gedung.
Banyaknya penampang tanah yang tertutup dengan semen dan semakin terbatasnya tanah terbuka menjadikan antara debit air yang tercipta dari air hujan dengan kecepatan penyerapan air ke tanah tidak seimbang lagi.
3. Perilaku Masyarakat
Selain itu masifnya pembangunan menjadikan semakin padatnya opulasi penduduk. Dan ini menyebabkan semakin banyaknya konsumsi masyarakat akan barang yang tidak dapat terurai, sehingga sampah menjadi menumpuk. Banyaknya sampah yang ada di kota Jakarta trkadang mengganggu salura drainase di setiap jalanan Jakarta.
Perilaku masyarakat yang tidak membuang sampah sembarangan dan tidak pada tempatnya disinyalir menjadi penyebabnya. Sampah yang menumpuk di saluran air menjadikan air meluap keluar dari saluran tersebut ketika debit air meningkat.
4. Ekstraksi Tanah
Banyaknya konsumsi air di Jakarta dilakukan melalui pengambilan air tanah. Peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi akan mengakibatkan peningkatan konsumsi air harian oleh warga. Oleh karena itu, ketika pengambilan air tanah dilakukan secara besar- besaran maka hal ini menyebabkan terjadinya penurunan tanah.
Penurunan tanah di beberapa daerah di Jakarta menjadikan volume air hujan menggenangi daerah tersebut ketika air hujan tidak bisa dialirkan dengan baik dan tidak juga diserap oleh tanah dengan baik.
Sebenarnya masih ada banyak faktor penyebab banjir di Jakarta seperti adanya anjir kiriman dari Bogor, semakin sempitnya wadah penampung air seperti situ dan sebagainya. Namun sebagian besar karena ulah manusia itu sendiri.
Sejarah Banjir Jakarta di Masa Lalu
Jika diteliti lebih lanjut, ternyata Jakarta dengan beberapa penguasa yang membawahinya, baik di masa pra penjajahan sampai masa penjajahan, mereka selalu berupaya membangun Jakarta yang bebas dari banjir.
Zaman Kerajaan Tarumanagara
Rupanya banjir di Jakarta menjadi problem sejak 1600 tahun yang lalu. Sejarah banjir Jakarta mencatat, pada Prasasti Tugu menceritakan tentang penggalian kanal atau sungai Candrabhaga (Bekasi) dan Sungai Gomati oleh Raja Purnawarman. Kanal sepanjang 11 km itu dimaksudkan untuk mengatasi banjir, sekaligus menahan air selama musim panas.
Prasasti Tugu yang dibuat sekitar tahun 403 M adalah dari Kerajaan Tarumanagara di masa lalu. Prasasti tersebut ditemukan di Kampung Batutumbuh, Kelurahan Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara. Kerajaan Tarumanagara adalah kerajaan yang muncul jauh sebelum kedatangan penjajah dari bangsa Eropa ke Jakarta.
Zaman Penjajahan
Pada masa penjajahan, gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen menginginkan Jakarta yang kala itu masih bernama Batavia menjadi duplikat dari kota Amsterdam do Belanda . Simon Stevin mendesain tata ruang Batavia pada 1620 dibuat menyerupai Amsterdam. Namun upaya dalam merancang kota pelabuhan itu tidak mudah. Kota Batavia yang kerap dilanda banjir menyulitkan dalam pembangunannya.
Batavia dibangun di atas bekas kota Jayakarta di masa lalu yang dibuat dengan banyak selokan dan kanal. Dengan demikian banjir dapat direkayasa dan kanal tersebut bisa menjadi jalur transportasi air perkotaan yang potensial. Sungai Ciliwung yang berkelok-kelok dirombak dan dibuat menjadi sungai besar yang membelah Batavia menjadi dua.
Namun meskipun segala usaha telah dilakukanm, Batavia tetap tidak luput dari banjir. Banjir besar pertama di Jakarta yang tercatat dalam sejarah terjadi pada tahun 1621, kemudian tahun 1654, 1872, 1876, dan 1878. Banjir tahun 1872, misalnya, menggenangi Jl. Pintu Besar, membanjiri kawasan Glodok sehingga melumpuhkan aktivitas komersial.
Pada tahun 1878, hujan terus turun selama 40 hari dan mengakibatkan banjir di hampir seluruh wilayah Batavia dan kota penyangganya. Peristiwa tersebut menggambarkan sistem saluran di Batavia dianggap gagal meminimalisir banjir.
Pada 1 Januari 1892, curah hujan di Batavia mencapai 286 milimeter yang mengakibatkan beberapa wilayah di sekitar Weltevreden tergenang air dan jalan di sekitarnya rusak. Banjir tidak hanya terjadi di pusat kota Batavia, tetapi juga dialami di pinggiran kota termasuk Pasar Minggu.
Salah satu penyebab banjir pada waktu itu adalah karena Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811) menghancurkan tembok benteng Batavia dan mengubur kanal-kanal dengan menggunakan material dari tembok Batavia. Dan kanal yang tersisa menjadi dangkal karena pengendapan.
Ketika pemerintah Hindia Belanda membangun Menteng (1905-1940) sebagai kawasan elite bagi bangsa Eropa, banjir telah menjadi masalah Jakarta dan daerah-daerah yang tergenang air seperti Senen, Tanah Abang, Subang, Tanahtinggi, Kemayoran, Pasar Baru, dan lain-lain. . Akhirnya pada tahun 1913, dengan dukungan dana 2 juta gulden , pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk membangun kanal dari Manggarai hingga Muara Angke yang kini dikenal dengan Kanal Barat. Namun, pemerintah Hindia Belanda pada dasarnya hanya membangun kanal untuk melindungi daerah pemukiman warga Eropa dan bukan untuk melindungi warga Jakarta secara keseluruhan.
Namun pembangunan Kanal Barat yang dirancang oleh Van Breen pada tahun 1920 belum selesai hingga Belanda meninggalkan Batavia. Sedangkan sistem polder Lingkar Kanal Kota di sejumlah wilayah belum dibangunkan air banjir dan Batavia kembali tenggelam pada tahun 1932.
Zaman Kemerdekaan
Setelah merdeka dari penjajahan Jakarta masih saja terendam banjir ketik musim hujan dengan curah hujan tinggi datang. Banjir besar tercatat terjadi di Jakarta pada tahun 1976, 1984, 1994, 1996, 1997, 1999, 2002, 2007, 2008, 2013, dan 2014.
Hingga saat ini Jakarta masih langganan banjir. Usaha yang dilakukan setiap gubernur yang memimpin Jakarta sepertinya tidak bisa meminimalisir banjir di Jakarta. Pengerukan waduk sudah dilakukan dan pembersihan saluran air juga rutin dilakukan, namun tetap saja Jakarta tidak bisa lepas dari banjir.
Itulah ulasan mengenai sejarah banjir Jakarta yang sudah terjadi berabad abad lalu dan sampai sekarang masih terjadi ketika musim penghujan. Jangan lewatkan artikel kami lainnya di ArundinaTrans.Com yang merupakan perusahaan sewa mobil Jakarta yang menyediakan jasa sewa Elf di Jakarta dan jenis mobil lainnya.
Penulis adalah pemilik website bisnis transportasi ini.